HIKMAH PETANG
*BAHAYA BERDUSTA*
Oleh : Abu Akrom (Direktur RQL dan Pengasuh Ponpes NW Jakarta)
Berdusta atau berbohong adalah jenis penyakit hati yang sudah merajalela di tengah masyarakat. Berbagai cara orang berdusta, bisa dengan ucapan, tulisan atau isyarat.
Diantara tujuan orang berdusta adalah agar apa yang diinginkan mudah tercapai dan sukses dalam segala usaha. Seorang pedagang yang curang akan mengatakan ini adalah barang berkualitas bagus, padahal kualitasnya jelek. Atau mengurangi timbangan tidak sesuai dengan ukuran yang sebenarnya.
Seorang yang belum berkuasa (menjabat) biasanya ketika kampanye beraneka janji manis disampaikan demi meraih suara yang signifikan. Ternyata begitu berkuasa banyak janji-janjinya yang tidak ditepati.
Orang tua juga ada yang berbohong, biasanya ketika ada yang menghubungi misalnya melalui media telpon/HP, malah menuyuruh anaknya berbohong, "Nak bila ada yang yang menghubungi bapak, bilang aja lagi keluar rumah". Padahal orang tuanya ada disitu.
Siapapun bisa berbohong, dari rakyat biasa sampai pejabat negara, dari anak kecil sampai orang tua, dari orang miskin sampai orang kaya. Dari zaman dahulu sampai sekarang ini dan sampai selanjutnya watak pendusta atau pembohong pasti selalu ada. Sekarang saja, kita bisa merasakan kebohongan demi kebohongan sudah menjadi hal yang biasa. Sampai-sampai dikatakan ini adalah zaman hoaks (zaman penuh dengan kebohongan). Sehingga sulit sekali kita dapatkan orang yang benar-benar jujur, transparan dan dapat dipercaya (amanah).
Dengan melihat fakta yang ada bahwa kedustaan/kebohongan itu akan selalu ada dari zaman ke zaman, maka dalam surah Al Mursalat Allah mengancam dengan keras sebanyak 10 kali, betapa kedustaan itu sangat berbahaya dan mendapatkan neraka wail (celaka, sengsara dan binasa) bagi pelakunya pada hari kiamat. Ini semua sebagai tindakan preventif (pencegahan) agar semua manusia meninggalkan kebohongannya.
Walaupun dalam ayat-ayat tersebut mengkhususkan kecelakaan bagi orang-orang kafir karena mendustakan ayat-ayat Allah dan ini adalah kedustaan tingkat tinggi. Tetapi berlaku juga bagi siapapun yang suka berdusta (ingkar dan bohong) baik dalam ucapan maupun dalam sikapnya.
Diantara bahaya orang yang suka berdusta adalah:
Pertama, dijauhi orang. Orang yang suka berdusta pasti orang akan menjauhinya. Tidak ada yang mau percaya, bahkan akan dikucilkan dari masyarakat. Orang-orang pasti kecewa dan marah akibat kedustaan yang sering dilakukannya.
Kedua, dibenci orang lain. Orang-orang pasti benci dan tidak suka melihat kedustaan seseorang. Orang yang suka berdusta pasti menimbulkan masalah dalam kehidupan. Dusta melahirkan tipu daya, tipu daya melahirkan petaka. Inilah awal dari kehancuran para pendusta, sehingga orang-orang membencinya.
Ketiga, hubungan kemanusiaan menjadi kacau. Setiap kedustaan pasti menimbulkan kekacauan. Tidak mungkin keharmonisan bisa terbangun dengan baik, bila dalam suatu komunitas ada suatu kedustaan. Lihatlah kenyataan betapa banyak hubungan menjadi hancur berantakan karena kedustaan ini.
Keempat, kerjasama akan macet dan berantakan. Bila ada suatu pengkhianatan akibat kedustaan, maka kerjasama dalam hal apapun pasti tidak akan berlanjut sesuai dengan harapan. Sia-sialah semua yang telah disepakati selama ini. Hancurlah harapan-harapan yang telah diidam-idamkan dari awal terbentuknya kerjasama.
Kelima, akan terjerat hukum penjara di dunia. Akibat kedustaan bisa tersandung proses hukum yang menjebloskan ke penjara. Apalagi kedustaan seorang pejabat kepada rakyat banyak, cepat atau lambat akan diproses ke maja hijau (pengadilan) yang berujung kepada hancurnya karir jabatannya, karena harus mendekam di penjara.
Keenam, di akhirat nanti akan berada di dasar neraka yang paling dalam. Inilah akibat yang paling mengerikan, dimana orang-orang yang suka berdusta (munafiq), nanti di akhirat Allah tempatkan pada dasar neraka yang paling bawah. (QS. An Nisa 4:146). Na'udzubillah.
Semoga hikmah petang ini mencerahkan akal dan nurani kita, sehingga kita menjadi makhluk yang cerdas di muka bumi. Aamiin.
Bekasi, 19 Jumadil Akhir 1440 H/24 Februari 2019 M
Comments
Post a Comment